Sebuah Keputusan Besar

By: Amatullah

 

Putri mengenal sosok itu. Sosok yang kini tengah berorasi di tengah-tengah kerumunan orang yang sebagian besar mengenakan kaos hitam bergambar Che Guevara. Gayanya memukau sehingga semua mata memandang ke arahnya. Namun tidak begitu dengan Putri. Buru-buru ia palingkan muka kemudian berlari mengejar rombongannya.

Tanpa disadarinya, dari kejauhan sosok itu sempat menangkap kehadirannya. Baju dan kerudung yang dikenakan gadis itu memutar kembali memorinya seminggu yang lalu ketika ia berkunjung ke rumah sahabat ayahnya.

“Kemana aja sih?”

“Ketinggalan di belakang.” Napas Putri masih turun-naik. Sleyer yang ia pakai sebagai penutup muka pun ia buka. Seketika itu juga Farah protes.

“Jangan tebar pesona gitu dong! Udah tahu banyak yang ngefans…”

“Siapa juga yang tebar pesona!” sahut Putri dengan muka cemberut.

“Eh, tahu nggak? Kalo cemberut gitu malah bikin gemes orang yang ngeliat.”

“Udah, udah. Bukannya takbir malah pada ribut sendiri.” Husnul yang ada di depan menoleh sambil membelalakkan mata.

“Lagian Putri kelihatan capek gitu, masih ditanya melulu.”

“Iya, afwan. Jangan keras-keras dong ngomongnya.” Ujar Farah lirih.

“Emang kenapa sih, Put? Mukamu pucat,” Husnul menoleh ke belakang. Kali ini dia yang kena teguran teman di sebelahnya.

“Hii…” Husnul cuma tersenyum sambil menoleh lagi ke belakang.

“Em, siapa sih yang tadi orasi di depan air mancur?”

“Maksudmu aksi anak-anak kiri tadi?” Farah balik bertanya dan Putri membalas dengan anggukan lemah.

“Ya ampun Put, masa kamu nggak tahu sih? Orang terkenal lagi…Iya nggak?” Farah mencolek pundak Husnul. Husnul yang dari tadi menguping menoleh lagi ke belakang sambil mengangguk. Farah merendahkan volume suaranya ketika anak-anak di barisan depan menoleh ke arah mereka.

“Berisik amat sih,” batin mereka.

“Sebenernya aku tahu sih namanya, tapi kenapa dia ada di situ dan jadi orator lagi!”

Farah melotot mendengar kata-kata Putri.

“Ya, terang aja lah dia di sana. Orang dia ketuanya!”

“Ha!!?” bagai mendengar suara petir yang menggelegar Putri langsung melongo. Untung saja sleyernya udah dipakai, jadi nggak kelihatan.

“Sstt…pada dilihatin tuh.” Husnul menoleh ke arah Putri.

“Ups! Maaf.” Putri menjawab dengan muka pucat.

ooOoo

 

Putri menghempaskan tubuhnya ke atas kasur. Maklum, kecapekan habis aksi tadi siang. Matanya terpejam namun sosok orator tadi sangat mengganggunya.

“Allah, apa yang harus aku lakukan?” Putri menggumam lirih sambil terus memejamkan mata sampai suara ringtone HP-nya membuatnya bangkit.

“Ha?” Putri terbelalak melihat isi SMS yang baru saja masuk.

[Hai…met siang Put. Gmn td aksiny?Aq suka, trnyt km jg punya kpedulian pd nasib rakyat. Mesq aq th, bndra qt brbd]!

Putri termenung sesaat.

“Pasti dari anak itu.” Batinnya resah. Dahinya berkerut dan tangannya kemudian sibuk dengan tombol-tombol di HP-nya.

[Maaf, sprtiny qt tdk bs mnrskn proses ini. qt jauh brbd, km pasti th itu. Asal qt bs m’komunikasikanny k ortu qt, insy4JJI mrk bs mnerimany]

Tak berapa lama, HP Putri berbunyi lagi. Putri membacanya dengan cemas.

[Hei,g bs gt dong! qt kn udh spkt pnjajakn dl slm 3 bln k dpn? Ortu qt udh spkt lho. Km msh inget kn, aq aj msh inget ko, bajumu jg:-)]

“Uh…!” tangan Putri memencet tombol-tombol HP dengan tekanan yang lebih keras, mewakili kekesalan hatinya.

[Blg aj klo qt emng g bs, prbdaan d antra qt sngt jauh]!

Jawaban singkat yang menambah kadar adrenalin Putri:

[g bs,g mau]!

“Apa sih maksud tuh anak?” batin Putri jengkel.

[Aq trlnjr mnikmati tantangn ini. Ms km lngsng nyerah gt Put? Sethku anak2 sprti klian g gampang nyerah. Aq mo th sbrp bsr energimu utk mngalahknku.:p]

SMS singkat segera Putri kirimkan:

[Mnrtmu ini lelucon? Silahkn, tp mnrtku ini adl sbuah pmaksaan!]

Putri langsung mematikan ponselnya dan menyambar bantal kemudian ditutupkan ke atas mukanya. Putri terisak…

ooOoo

 

“Mbak Putri, ada telepon!”

“Siapa Dik?”

“Ngakunya sih temen Mbak.”

“Siapa ya? Gumam Putri sambil meraih gagang telpon.

“Assalamu’alaikum,” sapa Putri.

“Lagi ngapain Put?”

Ha?Ngapain tuh anak nelpon-nelpon segala? Nggak jawab salam lagi.

“Ada apa?” Putri nggak mau berlama-lama.

“Nggak pa pa sih, cuma pengen tahu kabarmu aja.”

“Cuma itu?”

“Iya, kenapa? Kamu pengan kita ngobrol juga ya?” Suara di seberang tertawa renyah.

“Jangan GR ya. Kurang kerjaan banget ngobrol sama kamu! Aku kasih tahu, kabarku baik dan lain kali jangan nelepon lagi!” Putri emang kalem, tapi untuk urusan dengan lawan jenis dia tergolong sensitif dan galak, apalagi yang iseng.

“Hm…GR sama calon istri boleh kan?”

“Kok kamu nggak ngerti juga sih?”

“Nggak ngerti apaan?”

“Ini konyol. Pokoknya jangan telpon aku lagi. Titik!”

“Kok kamu beda sih sama waktu kita ketemu dulu? Kamu nggak enak ya sama temen kosmu? Bukannya kamu sering dapet telepon gelap dari fans-fansmu?”

Putri kehabisan kata-kata.

“Put, nama kamu tuh udah nggak asing lagi di telinga aktivis gerakan kampus.”

“Stop!” Putri setengah berteriak.

“Ini kenyataan Put. Tersanjung juga nih punya calon istri primadona aktivis.”

“Terserah. Kenyataan menurutku adalah kita tidak bisa lagi bersandiwara demi orangtua kita. Kita harus menyudahi ini, please…” suara Putri berat dan pelan.

“Aku ingin bertahan.”

“Maksudmu?” Suara Putri agak bergetar.

“Besok Minggu aku mau bilang ke Om Tono kalau aku serius.”

“Oke, aku cuma mau ngomong gitu sebenernya. Sory udah ganggu. Assalamu’alaikum.”

Tak ada lagi nada sambung.

“Wa’alaikumsalam.”

Allah, beri hamba petunjuk.

ooOoo

 

Akhi, di manakah engkau sekarang? Ya Allah, salahkah jika hamba berharap padanya?

Bintang, temen SMP yang dulu pernah mengatakan sebaris kalimat manis I can’t stop loving you padanya. Putri tak lagi mendengar kabarnya selain hijrahnya dia menjadi aktivis dakwah beberapa tahun yang lalu.

“Profesi” yang sama, alangkah indahnya bila bersatu pula di jalan dakwah.

Andai saja engkau datang lagi, tentu aku punya alasan kuat untuk menolak keinginan Bapak.”

Astaghfirullah…

ooOoo

 

“Tahu nggak? Bayu mengundurkan diri dari jabatan ketua!’

“Ha?? Masa’ sih? Kapan?”

“Seminggu yang lalu.”

“Emang kenapa? Pasti ada sesuatu.”

“Kayaknya si masalah cewek.”

Deg. Jantung Putri berdegup kencang. Mereka pasti sedang membicarakan anak itu. Batin Putri sambil menunduk, pura-pura nggak ngeh dengan obrolan dua orang penumpang di sebelahnya.

“Huh, payah. Masa’ gara-gara cewek dia sampai ninggalin organisasi, temen-temen dan tanggung jawabnya?”

“Bukan hanya itu, dia juga ninggalin pemikiran yang selama ini diembannya. Tahu nggak? Dia sekarang deket sama anak-anak masjid!”

“Apa? Heran deh gue. Terus apa dong hubungannya sama tuh cewek?”

“Dia naksir akhwat!”

“Ya ampun! Please deh… Emang kayak apa sih tuh cewek sampe si jagoan klepek-klepek gitu? Lagian, udah nggak ada cewek lain apa? Bukannya dia tuh fansnya banyak?”

“Aku juga penasaran banget. Sebel tahu nggak sih. Aku kan ngefans abis sama dia.”

“Kiri Pak!” Putri sudah nggak tahan lagi dengerin obrolan mereka. Untung aja mereka nggak tahu siapa Putri sebenarnya.

“Jangan sampe deh mereka dan juga temen-temen mereka tahu siapa aku,” gumam Putri pelan sambil menyusuri jalan tembus menuju laboratorium.

ooOoo

 

Berita miring tentang Bayu dan Putri semakin santer di kalangan aktivis kampus. Putri merasa jengah dan akhirnya ia beranikan diri untuk menghubungi Bayu lewat SMS.

[Ass.af1, ,sprtiny brita miring ttg qt smqn luas & hmpr tdk trkendali .mhn dklarifikasi scptny

[Aww.aq th. insy4JJI akn aq klarifikasi scptny. jgn dpkrin ,ini sdh plhnku. trmksh sdh jd pnghntr bgku tuk mngenal jln ini]

Alhamdulillah, Putri lega mengetahui bahwa Bayu punya alasan yang syar’i di balik keputusannya.

[Tp orla brpkr bhw smua ini gr2 aq]

[Aq th & af1sdh mnyrtmu dlm mslh ini. klo km izinkn akan aq jlskn k mrk ttg keadaan qt yg sbnrny]

“Apa? Menjelaskan kepada mereka tentang proses ini? Aku belum siap. Bahkan aku sendiripun masih ragu…” Putri membatin.

[Sbaikny jgn sbt dl mslh itu.syukron.wass]

ooOoo

 

[Ass. Put, ni Bintang. jgn kgt. ane g th status Put. ane ada tgjwb thd keislaman klrg. ane brazam m’genapkn diin .hrs ada akhwt p’bljr yg m’genapkanny. sdh 1th lbh ane prtmbngkn. posisi itu ane limphkn k nt]

Jantung Putri serasa berhenti. Dia sama sekali tidak menyangka akan mendapat SMS seperti itu dari seseorang yang akhir-akhir ini begitu dia harapkan kehadirannya. Tuksedo bertopengnya hadir kembali, menambah kegamangan di hatinya.

[Skl lg separuhny adl nt. tp tafadol. kptsn bsr itu ada d tgn Put. ane siap apapun jwbn Put. mhn jgn sungkn.ane hrp max 2 bln k dpn ane udh dpt jwbn]

‘Bintang… kemana saja kamu selama ini? Kenapa baru sekarang engkau sampaikan niatanmu?” Putri menelungkupkan wajahnya di atas bantal. Akhir-akhir ini benda itu seolah menjadi ‘sahabat’ bagi Putri. Tentu saja karena ia tak ingin ada orang lain tahu kalau ia sedang menangis.

ooOoo

 

“Kemarin malam Bintang nelepon ke rumah. Dia bilang mau melamarmu.”

“Bapak bilang nggak kalau Putri…” suara Putri tertahan.

“Bapak mau kamu jawab sendiri. Makanya Bapak kasih nomer HP kamu.”

“Putri bingung.”

“Maafkan Bapak yang selama ini sudah memaksamu. Sekarang keputusan ada di tangan kamu. Masalah Bayu biar Bapak bicarakan dengan Mas Suryo. Tapi Bapak sudah bilang dulu ke Bayu waktu semalam nelepon ke rumah.”

“Bapak bilang apa?”

“Bapak bilang kalau temen SMP-mu mau nglamar kamu.”

Tak ada suara. Putri bener-bener bingung saat ini. Masalah gosip di kampus belum reda, sekarang ada masalah yang jauh lebih berat.

Wis yo nduk, dipikir bener-bener. Bapak percaya kamu bisa mengambil keputusan yang tepat.”

Putri terduduk lemas di samping telepon.

Kriiiing….

“Assalamu’alaikum”

“Wa’alaikumsalam. Putri ya? Ini Bayu.”

Ya Robbi… tunjuki hamba

“Iya, ini aku. Ada apa?”

“Aku sudah tahu masalahmu. Aku cuma pengen negasin kalau keputusan sepenuhnya ada di tangan kamu.”

“Afwan, apa kamu ikhlas?”

Helaan nafas panjang terdengar dari seberang.

“Aku bersyukur sekali sudah mengenalmu. Namun apabila sosok yang aku idamkan menjadi penyempurna diin ini mempunyai pilihan yang lebih baik dariku, aku ikhlas.”

“Bagaimana dengan proses kita selama ini?”

Wallahi, saat ini aku berada di ujung ketakutan yang besar dalam sejarah hidupku. Cuma itu yang bisa aku katakan. Jika kamu ragu, istikharah-lah karena hanya Allah lah pemutus perkara yang paling adil di antara kita. Apalagi proses ini berangkat dari sebuah kompromi antara orangtua kita.”

“Jadi?”

“Aku siap menerima keputusanmu.”

“Bagaimana dengan gossip yang sudah beredar?”

“Ini sudah risiko. Apapun keputusan kamu, aku akan tetap bertahan di jalan yang sudah aku pilih. Doakan supaya aku istiqomah. Assalamu’alaikum.”

“Wa’alaikumsalam.” Putri beranjak dari kursi kemudian mengambil air wudhu. Ia tahu kemana harus meminta.

ooOoo

Malam ini sudah kali yang ketiga Putri ber-istikharah. Alhamdulillah, hatinya sudah mantap kali ini. Ia tahu, ini adalah awal yang terbaik baginya, Bayu dan juga Bintang. Sebenarnya Putri tidak tega, tapi ia yakin bahwa hal itu adalah yang terbaik di sisi Allah meski ia tahu bahwa menghapus perasaan yang sudah tertanam selama hampir sembilan tahun adalah sulit. Tapi dengan kehendak dan pertolongan Allah, ia berharap Bintang bisa mengatasinya. Bayu, pemuda yang begitu gigih mengkaji Islam. Putri ingin sekali menjadi orang yang bisa menyempurnakan agamanya, bersama-sama meraih ridho Allah.

[Akhi, aq sdh m’buat kptsn. dtglah k rmh, aq brsedia mjd penyempurna diinmu] [ ]

 

Amatullah adalah nama pena dari Lilis Wijayanti. Lahir di Magelang 2 Oktober 1980. Alumnus Jurusan Kimia, FMIPA Universitas Diponegoro, Semarang. Kini berdomisili di Semarang.

 

Sumber: Majalah SOBAT Muda, Edisi 12/September 2005

You may also like...

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.