#4 Sanlat Petir

#webseriesramadhan | Serial Marbot Madani | By: O. Solihin

Sejak Menko Pulhukam mengumumkan dibentuknya Tim Hukum Nasional, anak-anak Marbot, eh, Remaja Madani jadi gusar. Gimana pun juga, mereka udah jengkel. Sebelum pernyataan ini saja, anak-anak rohis di sekolahnya, anak-anak remaja masjid jadi sasaran nyinyiran banyak orang. Tak terkecuali di kompleknya. Ada saja sindiran-sindiran kalo anak masjid itu belajar terorisme. Waduh, bukankah itu tuduhan sesat?

Memang sih, pernyataan Menko Pulhukam nggak ditujukan langsung ke anak rohis atau anak remaja masjid. Tetapi, seringkali diseret-seret ke arah sana oleh pihak-pihak yang benci Islam dan kaum muslimin. Buktinya udah banyak kok, selama ini.

Lalu apa tujuan dibentuknya Tim Hukum Nasional? Dari info yang disampaikan Bang Faisal yang membina anak-anak Marbot, ternyata itu untuk merespons tindakan, ucapan, maupun pemikiran tokoh yang mengarah ke perbuatan melawan hukum.  Menurut Menko Polhukam, rongrongan terhadap negara maupun presiden yang masih sah tidak bisa dibiarkan.

“Ini jelas udah kebablasan,” Bang Faisal terlihat kesal.

“Kita musti bagaimana, Bang?” Lutfhi, Bimbim, dan Didin hampir bersamaan nanya. Sementara Aji masih membersihkan karpet masjid di bagian dalam.

“Ane udah ngasih tahu Aji. Dia yang pertama ane ajak ngobrol,” Bang Faisal membuka hape androidnya terburu-buru.

“Iya nih, mana besok sanlat perdana, lagi,” Bimbim rada keder.

“Tenang aja. Nggak usah panik. Ini biasa, masalah politik. Hadapi dengan kepala dingin,” Bang Faisal menenangkan.

“Tenang sih tenang, Bang. Tapi banyak mata akhirnya pelototin aktivitas di masjid kita,” Luthfi ikut buka mulut.

“Apalagi kegiatan kita namanya Sanlat Petir,” jelas Didin rada lemes.

“Lho, kenapa? Bukankah itu usulan Aji. Sanlat Petir kan akronim dari Pesantren Kilat Pemuda Taat Ibadahnya Rajin,” Bang Faisal keheranan.

“Emang sih. Tapi ini nih, ada yang nyorat-nyoret pamflet acara kita!” Bimbim nyerahin kertas pengumuman yang udah dicoret-coret seseorang.

Bang Faisal segera menerima pamflet yang disodorkan Bimbim. Dahinya berkerut karena tertera ada tulisan pake spidol yang memplesetkan Sanlat Petir jadi “Pesantren Kilat Pendidikan Tentang Islam Radikal”.

“Fitnah lagi, deh!” Bang Faisal menghela nafas.

Aji nyamperin Bang Faisal yang lagi ngobrol dengan kawan-kawannya. Duduk di samping Pak Kusir, eh, di samping Luthfi.

“Jadi begini. Ane udah ngobrol dengan Haji Tohir. Insya Allah acara sanlat tetap jalan. Nggak usah merhatiin nyinyiran orang-orang, deh,“ Aji mulai ikut nimbrung.

Aji juga udah tahu ada beberapa pamflet yang disebar di dalam komplek yang dicorat-coret dan ditambahin tulisan lain yang provokatif. Soal kasus Engkong Japra juga udah clear sebenarnya. Engkong Japra tak terlibat aksi terorisme. Tapi imej anak-anak rohis dan Masjid Daarun Niaam jadi jelek. Mulai dari yang corat-coret dinding masjid, ditangkapnya Engkong Japra, sampe sekarang terkait sanlat, tentu menyisakan banyak pertanyaan bagi warga komplek.

Memang sih, masih bisa diredam sama para sepuh yang aktif di masjid. Kalo yang suka nyinyir sih biasanya orang-orang yang ke masjidnya seminggu sekali doang alias Jumatan aja. Itu pun kalo inget kayaknya. Tapi bagi anak-anak yang baru hijrah, jelas hal itu membuat pusing dan ketar-ketir. Apalagi mulai ada usulan dari para orangtua agar kegiatan remaja masjid rehat dulu beberapa waktu sampai suasana kondusif. Alasannya, tiada lain ingin menyelamatkan anaknya.

“Ah, justru kalo anaknya nggak ikut kegiatan rohis dan remaja masjid jadi celaka karena akan jauh dari ajaran Islam,” suatu hari Aji bilang ke Bang Faisal. []  

Sumber dari O. SOLIHIN

You may also like...

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.