Rohis Longgar? Siapa yang Bilang?
by: RedRevolver
Di sudut lapangan sekolah, Vany terlihat sibuk mengetik di ponselnya. Jarinya bergerak cepat, seperti sedang balapan dengan angin. Ekspresinya serius, seolah ada hal genting yang harus segera ia sampaikan.
“Wid,” tulis Vany di WhatsApp, “Raka itu pacaran sama Andini. Parah banget, Wid. Mereka anak Rohis, tapi malah nyontohin yang nggak bener!”
Tak lama kemudian, balasan datang.
“Serius, Van? Kok bisa? Rohis di sekolah kamu longgar banget, ya?”
Vany tersenyum puas. “Bener, Wid. Longgar banget. Nggak ada kontrol sama sekali!”
Dia menutup ponselnya sambil menghela napas panjang, merasa telah menjalankan misi dakwah rahasia. Dia mengirimkan pesan ke Wida, kakaknya Raka, yang berbeda sekolah dengannya.
oOo
Keesokan harinya, Raka terlihat duduk di bawah pohon mangga di halaman sekolah. Wajahnya kusut seperti kertas ujian yang dibanting-banting.
“Raka!” suara kakaknya, Wida, muncul dari arah gerbang sekolah. “Cepet ke sini!”
Raka terkejut. “Lho, Kak Wida? Ngapain ke sini?”
“Kamu ngapain pacaran sama Andini? Anak Rohis kok kelakuannya kayak gitu?” Wida berdiri dengan tangan di pinggang, tatapan seperti singa betina.
“Kak, siapa yang bilang pacaran? Kita cuma chatting, itu juga cuma bahas tugas sama lomba. Nggak ada ketemuan segala,” jelas Raka, panik.
“Kalo kamu bohong, aku nggak bakal bantu kamu, Rak! Udah, nanti kita obrolin di rumah,” bentak Wida.
Di sisi lain, Andini sedang mengalami nasib serupa. Kak Meta, kakak kelas sekaligus pembina Rohis, memanggilnya ke ruang Rohis begitu mendapat kabar dari Wida, kakaknya Raka.
“Andini, kamu itu anak Rohis. Chatting sama Raka sampai DM-DM-an Instagram, itu nggak mencerminkan adab Islami. Harusnya jaga jarak sama lawan jenis, ngerti?” ujar Kak Meta dengan nada tegas.
“Tapi, Kak, aku cuma… cuma…” Andini tergagap, tidak bisa membantah lebih jauh.
oOo
Di tengah kericuhan itu, kabar soal Vany yang melaporkan kejadian ini mulai tersebar. Tapi, ada yang menarik perhatian Kak Meta, sebuah notif pesan masuk ke nomornya. Pengirimnya Riri, akhwat aktivis Rohis.
“Assalaamu’alaikum, Kak Meta. Mau infoin sedikit aja. Vany itu nyalahin orang, tapi dia sendiri DM-DM-an sama orang asing di Instagram, lho,” tulis tulisnya.
Kak Meta mengernyitkan dahi, lalu menjawab pesan tersebut. Dalam hati dia bertanya, “Vany? Apa maksudnya?”
Sebagai pembina, Kak Meta punya hak untuk mencari tahu. Ia memanggil Vany ke ruang Rohis setelah jam pelajaran selesai.
“Vany, aku dengar kamu yang ngasih tahu soal Raka dan Andini ke Kak Wida, ya?” tanya Kak Meta dengan nada santai tapi penuh arti.
“Iya, Kak,” jawab Vany penuh percaya diri. “Kan itu bagian dari amar ma’ruf nahi munkar.”
Kak Meta tersenyum tipis. “Oh, bagus, ya. Tapi aku juga dengar kamu sering DM-an sama orang di Instagram, bener nggak?”
Wajah Vany langsung berubah pucat. “Eh, Kak… itu… cuma teman biasa. Dia tinggal di luar negeri. Lagian, kan nggak pacaran.”
“Tapi tetap aja, kamu interaksi berlebihan sama lawan jenis. Itu nggak beda jauh sama yang kamu tuduhkan ke Raka dan Andini. Malah lebih parah, karena kamu menutupi kelakuan kamu dengan nyalahin orang lain.”
Vany menunduk. Kali ini dia tidak bisa menyangkal.
oOo
“Dengar, Vany,” kata Kak Meta lembut, “kita ini sebagai anggota Rohis bukan cuma harus menjaga diri dari hal-hal buruk, tapi juga nggak boleh merasa lebih suci dari orang lain. Menyalahkan mereka, tapi kita sendiri nggak lebih baik, itu cuma bikin dakwah kita jadi nggak ada nilainya.”
Vany mengangguk pelan. Air matanya mulai mengalir. “Aku salah, Kak. Aku cuma… aku cuma nggak mau orang tahu aku juga salah.”
“Semua orang pernah salah, Vany. Tapi yang penting, kita mau belajar dan berubah. Mulai sekarang, yuk, kita saling mengingatkan dengan cara yang baik.”
oOo
Beberapa hari setelah kejadian, Vany merasa bersalah. Tapi dia tahu, meminta maaf langsung kepada Raka dan Andini rasanya berat. Jadi, dia memutuskan mencari bantuan dari orang-orang yang lebih dekat dengan keduanya.
Vany mengetik pesan panjang ke Wida, kakaknya Raka, di WhatsApp:
Vany: Assalamualaikum, Wida. Aku mau minta tolong nih. Aku sadar aku salah banget waktu ngomongin Raka tanpa klarifikasi dulu. Bisa nggak kamu sampaikan permintaan maaf aku ke dia? Aku bener-bener nyesel. Aku tahu aku nggak berhak nge-judge dia. Aku harap Raka bisa maafin aku.
Pesan itu terkirim. Beberapa menit kemudian, Wida membalas:
Wida: Waalaikumussalam, Vany. Iya, nanti aku sampaikan ke Raka. Tapi kamu juga harus belajar, ya, biar nggak gegabah lagi. Kalau ada apa-apa, klarifikasi dulu. Jangan sampai kejadian kayak gini terulang. Akau juga tahu banyak dari Kak Meta tentang kamu.
Vany: Makasih, Wid. Aku janji bakal lebih hati-hati ke depannya.
Beberapa hari kemudian, Raka bercerita kepada Wida kalau dia sudah menerima permintaan maaf Vany. Wida forward pesan WhatsApp dari Raka.
“Bilang ke Vany, aku maafin dia. Tapi kasih tahu juga, jangan gampang nge-judge orang. Itu aja pesan dari aku,” kata Raka.
Vany mulai mencari cara untuk menyampaikan permintaan maafnya ke Andini. Ahirnya dia mendatangi Kak Meta di sela rapat Rohis. Wajahnya tampak ragu, tapi ia memberanikan diri.
“Kak Meta, aku mau minta tolong,” ujar Vany sambil menunduk.
“Tolong apa, Van?” tanya Kak Meta sambil menaikkan alis.
“Aku mau Kakak sampaikan permintaan maaf aku ke Andini. Aku sadar aku udah salah banget nyebar info tentang dia sama Raka. Aku cuma… aku nggak berani ngomong langsung. Bisa tolong sampaikan, Kak?”
Kak Meta memandangi Vany sejenak, lalu mengangguk. “Oke, aku sampaikan. Tapi kamu juga harus belajar, ya. Jangan sampai hal kayak gini kejadian lagi.”
Keesokan harinya, Kak Meta menyampaikan pesan itu kepada Andini.
“Andini, Vany titip pesan. Dia minta maaf banget soal kemarin,” kata Kak Meta.
Andini tersenyum kecil. “Aku udah maafin dia, Kak. Tapi bilang ke dia, kalau mau kritik orang lain, jangan lupa introspeksi diri juga. Nggak ada yang sempurna.”
Pesan itu disampaikan Kak Meta ke Vany, yang akhirnya merasa lega meski sedikit malu.
Meskipun permintaan maafnya tidak disampaikan langsung, Vany belajar satu hal penting bahwa lebih baik diam daripada menyebar sesuatu yang belum jelas. Bagi Raka dan Andini, pengalaman itu menjadi pengingat untuk lebih menjaga batas-batas pergaulan dan introspeksi diri.
“Batasan pergaulan dengan lawan jenis nggak boleh dilanggar. Meski sekadar chat di WhatsApp atau DM di Instagram, tetap terlarang. Sebab, itu pintu gerbang menuju perzinaan,” pesan yang masih terngiang bagi Raka saat kakaknya ngasih tahu isi pesan WhatsApp dari Kak Meta untuk dirinya yang dikirimkan ke sang kakak, juga bagi Andini saat dinasihatin Kak Meta tempo hari.[*]
Sumber Tulisan REDREVOLVER
Recent Comments