Tadabur Keinsyafan

By: Aulia Fakhrunnisa’

 

Bagi sebagian orang, cinta itu indah. Hmm.. kayaknya nggak begitu, deh. Coba aja liat Surti dan Tejo. Cintanya bubar gara-gara Tejo yang dulu alim, maksudnya waktu mereka pacaran di moshola kampung, Tejo berkoko, berkopiah plus pakai sarung. Kini setelah kembali dari perantauannya di kota, Tejo jadi lebih gaul dan lebih hedon. Bahkan sekali waktu, Tejo pernah mengajak Surti untuk berzina. Surti kecewa. Ia merasa sang kekasihnya kini berbeda, akhirnya ia pun memutuskan untuk mengakhiri kisah cintanya. Weiis.. pahit, bo’.

Kisah ini pula yang kini dihadapi Rio. Kisah cintanya berakhir setelah Mira, kekasih yang sangat dicintainya, mendua dengan Indra yang sahabat dekat Rio. Sedih, kawan-kawan. Belajar jadi nggak konsen, berangkat sekolah jadi malas, apalagi buat makan dan minum, nggak nafsu, deh.

“Lo, kenapa si Ri? Tampang lo kusut banget!” tanya Erik, teman sebangku Rio yang lumayan kiyut juga.

“Nggak tau deh. Gara-gara Mira gue jadi bete terus” jawab Rio sambil manyun.

“Udah, deh. Jangan kelamaan dipikirin. Dari pada mikirin Mira, mending liat tuh si Rina, dia udah lama nunggu, lo.” Kata Erik sambil melirik ke arah Rina yang dari tadi tadi curi-curi pandang ke Rio.

“I..ni lagi. Nggak deh. Mending jomblo seumur-umur dari pada sakit hati melulu.” Ujar Rio

So, sekarang lo maunya gimana? Lo mau kita kroyok si Indra? Atau bagaimana kalau kita hiking aja? Melupakan masalah yang terjadi, sekaligus refreshing. Oke kan ide gue?” Lirik Erik.

“Bodo deh, Rik. Lo mau hiking, refreshing, terserah. Gue sih mau makan, laper!” kata Rio sambil ngeloyor ke kantin.

 

ooOoo

“Kriiing” telepon di kamar Rio berbunyi.

“Aduuuh, siapa sih? Ganggu aja!” Rio yang yang lagi asyik mainan Rise of Nation ngambek. Dengan malas, diraihnya gagang telepon.

“Halo, Rio? Eh sabtu ini bocah-bocah Rohis pada mau ngadain tadabur alam di Cibodas. Katanya sih menyambut bulan Ramadhan. Kita ikutan yuk?” ujar suara di ujung telepon yang ternyata Erik.

“Males, ah!” jawab Rio singkat.

“Eh, Ri. Acaranya lumayan asyik. Lagian, anak-anak cewek Rohis lumayan bening-bening, lho!” Erik membujuk.

“Aduuuh… gue males, Rik. Ntar aja deh gue pikirin lagi. Ancuuur deh mainan gue?”

“Ya udah. Besok di sekolah kita omongin lagi, ya?” tanya Erik.

“Terserah, lo!” jawab Rio sambil menutup telepon.

“Rese!” Erik di seberang telepon kesal.

ooOoo

Kulihat bulan Purnama

Tak ada lagi indah menyerta

Hanya kosong dan hampa

 

Kuingin menggapai bintang

Tapi tanganku terhalang

Awan hitam terlalu panjang

 

Kini, aku tinggal sendiri

Tak ada yang menemani

Sepi… sepi… dan sepi

 

Tapi,

Kuharap sepi ini hanya imaji

Yang tak lama dan akan pergi

 

Jari Rio bergetar, bukan kesemutan, apalagi karena ada gempa bumi. Cuma kedutan.

“Duuuh yang patah hati. Ngapain lo di sini?” Erik yang entah datangnya dari mana menghampiri. “Bagaimana keputusan lo? Mau ikut nggak?” tanya Erik.

“Nggak tau deh Rik. Cinta pertama memang sakti. Sulit untuk mati, apalagi berpindah ke lain hati..” ujar Rio puitis.

“Basi..!” kata Erik sambil melumat bakwan.

“Emang acaranya berapa lama? Terus seru nggak?” tanya Rio

“Kalo nggak salah sih dua hari. Tapi kalau acaranya seru atau nggak, gue nggak tau. Niat gue cuma mau refreshing sekalian cuci mata, bukan ngaji!” jawab Erik sambil ngakak.

Sotoy! Gue ikut deh. Tapi daftarnya bareng ya?” pinta Rio

“Sip!”

ooOoo

Hari keberangkatan pun tiba. Pak Iwan, guru Agama yang ikut senyum-senyum melihat Rio dan Erik ikut di barisan anak-anak Rohis.

“Wah, ada angin apa nih kalian mau ikut? Biasanya alergi sama Rohis?” tanyanya.

Erik cuma bisa nyengir, “Angin hidayah, Pak. Kita tobat, suer deh Pak!”

“Huuus, suer-suer. Takewer-kewer?” Pak Iwan melucu.

“Baik, sebelum kita berangkat, kita cek bawaan masing-masing. Sebelumnya, tolong yang ikhwan dan yang akhwat memisahkan barisan. Setelah semuanya dicek, kalian segera menaiki kendaraan yang telah disediakan dan jangan lupa, berdoa. Bapak akan ikut di mobil ikhwan, dan yang akhwat akan dibimbing oleh Bu Desi.”

ooOoo

Setelah lumayan lama berkendaraan, akhirnya mobil yang dikendarai siswa-siswi SMU Bina Insan Mulya sampai juga di tujuan. Bahkan lahan perkemahan yang disewa telah dibagi dua oleh pengelola. Pas untuk ikhwan dan akhwat. Anak-anak Rohis dan siswa-siswi yang ikut dalam rombongan segera mendirikan tenda. Sementara mendirikan tenda, Erik kebingungan. Hatinya bertanya-tanya. “Kalau dipisah begini, repot dong gue. Kapan mau cuci matanya?”

Sementara Erik kebingungan, Rio malah keheranan. Suasananya begitu berbeda. Nggak ada hingar-bingar suara gitar seperti saat dia dan kawan-kawannya hiking. Bahkan nggak ada kesempatan bagi laki-laki untuk masuk ke tenda perempuan. Yang ada, cuma kesibukan masing-masing dalam menuntut ilmu di alam bebas, dan menikmati keagungan Allah lewat alam sekitar.

Apa yang Erik bilang memang benar, dan Rio pun merasakannya. Perempuan-perempuan yang terlibat di Rohis cantik-cantik dan teduh. Keteduhan yang dapat dirasakannya dari kejauhan. Beda dengan Mira dan kawan-kawannya yang cantik dan suka sekali mengobral kecantikannya, teman-teman perempuan di Rohis seolah malu untuk dikatakan cantik. Rio rasa mereka malu, karena mungkin ada sesuatu yang lebih cantik dari pada mereka. Sebuah kesejukan yang belum pernah dirasakannya dan belum pernah ada di sekelilingnya.

“Ri, gue mau balik aja, deh. Acaranya garing. Gue nggak bisa menikmatinya. Ngaji lagi, ngaji lagi. Mending balik, yuk?” ajak Erik.

“Eh Rik, kemarin lo yang ngajak gue ke sini. Sekarang lo malah ngajak gue pulang. Gemana sih?” Rio nggak setuju dengan Erik.

“Ah… suasananya biasa, acaranya garing, bahkan cewek-ceweknya yang cakep-cakep pada sombong. Nggak bisa diajak ngobrol apalagi dilabain. Gue mau balik aja deh.”

“Terserah lo, Rik. Gue betah di sini. Suasananya adem, beda banget. Kalo lo mau balik, balik aja deh sendiri. Oke?” kata Rio.

Erik garuk-garuk kepala. “Dia yang tadinya susah banget diajak kok sekarang malah beda, ya?” kata hati Erik. “Ri, lo tau sendiri, kan kalau gue nggak tau jalan balik. Kok bisa-bisanya sih lo nyuruh gue balik sendirian?” tanya Erik.

“Kan udah gue bilang, gue masih betah di sini. Kalau lo mau balik bareng gue, tahan sampai acaranya selesai. Oke?”

“Iya, deh!” Erik kesal. Semenit gabung sama anak-anak Rohis, kayak seribu tahun di neraka.

ooOoo

Sehabis taklim ba’da sholat Isya berjamaah tadi, semua anak Rohis kembali ke tenda masing-masing. Tapi ternyata masih ada dua orang makhluk yang terlihat duduk-duduk.

Rio masih asyik berdiskusi dengan Pak Iwan. Ada ketegangan yang mulai menjalari akal dan hati Rio. Penjelasan Pak Iwan soal Islam mulai menusuk hati Rio yang gersang.

“Jadi Islam itu beda ya Pak dengan agama yang lain?” tanya Rio.

“Oh iya. Islam nggak cuma ngatur hubungan hamba dengan Allah, tapi mengatur juga hubungan antar sesama dan alam semesta, pokoknya tentang hidup dan kehidupan serta sebelum kehidupan dan sesudahnya. Titik tekannya ada pada rukun iman. Misalnya, kalau kita sudah meyakini Allah, maka kita juga harus siap untuk tunduk dan patuh pada seluruh aturan-Nya. Nggak boleh pacaran, berkhalwat, dan lain-lain.”

Diskusi dua orang laki-laki itu berakhir sekitar pukul 23:00.

Alam yang indah,

telah menuntunku pada kebenaran

Jiwa yang bersih

Telah menuntunku pada ketakberdayaan

 

Ya Allah,

Ternyata aku salah terhadap-Mu

Aku berdosa pada-Mu

 

ooOoo

“Maliiing..maliiing” suara gaduh terdengar dari arah tenda akhwat. Rio yang baru saja akan merebahkan diri sontak bangkit kembali dan keluar tenda. Begitu juga dengan ikhwan yang lain.

Dari kejauhan terlihat sesosok tubuh yang berlari menjauh dari tenda akhwat, yang segera dikejar oleh orang-orang yang seisi perkemahan.

“Pak Iwan tolong Erik, pak Iwan” Seorang ikhwan berlari ke arah Pak Iwan dengan tergopoh-gopoh.

Pak Iwan segera menghampiri. “Kenapa Erik?” tanyanya

“Laki-laki yang tadi dikejar massa itu ternyata Erik. Dia mau dihakimi massa”

Astaghfirullah al-‘adzim.” Guru bertubuh tambun itu kaget dan segera berlari ke arah pos keamanan. Dan setelah Pak Iwan melobi petugas keamanan, Alhamdulillah Erik terselamatkan. Wajahnya sudah babak belur.

Di hadapan seluruh teman-teman Rohis Erik menjelaskan masalahnya dan memohon maaf.

“Teman-teman semua, Pak Iwan dan seluruh pembina Rohis, saya mohon maaf. Kelakuan saya telah mencoreng nama kalian semua dan sekolah kita. Sebenarnya, saya sudah tidak betah berada di sisi kalian. Dunia kalian berbeda dengan dunia yang saya diami. Saya tidak tahan. Niat saya masuk ke tempat perempuan bukan untuk mencuri. Saya nggak kuat menahan nafsu dan keinginan saya untuk mengintip. Saya minta maaf, karena sejak awal niat saya mengikuti acara ini sudah tidak benar. Sekali lagi saya minta maaf.”

Semua kawan-kawan Rohis diam dan tertunduk, termasuk Rio. Pak Iwan yang merasa bertanggung jawab atas kejadian itu langsung berdiri.

“Segala sesuatu, termasuk kejadian tadi, selalu ada hikmahnya. Apa yang Erik alami sebenarnya adalah bukti kebesaran Allah. Allah Swt. memberikan bekal berupa naluri kepada manusia dalam hidup. Dan naluri ini, meskipun tidak berakibat pada kematian, tapi selalu menuntut pemenuhan. Salah satunya adalah naluri untuk mempertahankan jenisnya atau gharizah an-Nau’. Salah satu bentuk dari naluri ini adalah ketertarikan pada lawan jenis. Dalam kehidupan sehari-hari, kita bisa melihat bagaimana akhwat-akhwat berpakaian minim dan cenderung seronok. Erik mungkin sudah terbiasa dengan pemandangan seperti itu yang semestinya hal seperti itu tidak boleh nampak dan tidak layak untuk dilihat. Namun, pada saat fakta tersebut tidak lagi ditemuinya, naluri itu muncul, membuatnya gelisah dan mendorongnya untuk memenuhi naluri tersebut.” Pak Iwan menghentikan penjelasannya.

“Sekarang sudah jam satu dini hari. Nanti pukul tiga kita akan mengadakan renungan. Lebih baik sekarang kalian istirahat. Dan lanjutan penjelasan masalah naluri tadi, akan kita bahas besok siang sebelum kita pulang.” Ujar Pak Iwan.

Rio tak bergeser sedikitpun dari duduknya. Matanya merah karena tangis.

 

Ya Allah,

Lewat mata aku telah berkhianat pada-Mu

Aku tak tahu,

Sudah berapa kali aku mengkhianati-Mu

 

Ya Allah,

Lindungi aku dari mengkhianati-Mu

 

Ya Allah,

Sadarkan saudara dan Saudariku

Dari bekhianat pada-Mu

Dengan berpaling dari aturan-Mu

–OOO–

 

Sumber: Majalah SOBAT Muda, Edisi 05/Januari 2005

You may also like...

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.