#19 Aji Dilarang Ngaji

#webseriesramadhan | Serial Marbot Madani | By: O. Solihin

Dua hari lalu kakek dan neneknya Aji datang dari luar kota. Sengaja datang ke rumah ortunya Aji karena ada urusan di Jakarta beberapa hari. Jadi ceritanya nih kakeknya Aji itu mampir atau transit karena ada satu keperluan mengurus persyaratan pensiunnya. Ibunya Aji adalah anak perempuan satu-satunya dari kakek dan neneknya. Kakek dan neneknya memiliki 4 anak. Ibunya Aji adalah anak kedua mereka.

Kakeknya Aji itu orangnya protektif banget karena khawatir dan bahkan takut. Terutama jika cucunya ikut terlibat dalam kegiatan keagamaan. Kok aneh, ya? Begitulah. Sehingga Aji akhirnya dilarang aktif di Marbot Madani. Aji nggak boleh ngaji. Tepatnya, dilarang ngaji. Karuan Aji nggak enak ati. Tapi mau menentang kakeknya nggak bisa. Ibunya dan ayahnya juga hanya diam. Sekadar menghargai kakeknya. Satu-satunya yang bisa diajak bicara masalah ini adalah neneknya Aji.

“Aji, kakekmu itu memang pernah punya pengalaman buruk. Dulu sempat dipenjara gara-gara aktif di kegiatan keagamaan tahun 80-an. Saat itu, kegiataan dakwah memang dipersulit. Umat Islam yang rajin ke masjid justru dicurigai. Mungkin seperti zaman sekarang, hanya beda kondisi saja. Isinya sama. Ada kekhawatiran,” ujar neneknya.

“Kakek dipenjara karena kasus apa, Nek?” tanya Aji.

“Kakekmu itu sebenarnya hanya ikut-ikutan hadir di ceramahnya seorang ustaz terkenal saat itu. Hanya saja, pemerintah yang tak suka dengan Islam dan kaum muslimin menebar opini bahwa kegiatan tersebut ilegal dan dianggap melawan pemerintah,” jelas neneknya.

“Padahal yang Aji ikuti itu sekadar aktif di remaja masjid, belajar Islam dan ngumpul bareng teman-teman,” Aji berargumen.

“Iya. Kakek juga bilang ke nenek. Cuma, katanya kakekmu tetap khawatir. Apalagi kakek dengar kamu pernah ikut demo segala,” neneknya menjelaskan.

Aji tak melanjutkan obrolan dengan neneknya karena terdengar suara yang mengucapkan salam dari pintu depan. Suara khas kakeknya.

“Gimana Aji, kamu sudah memikirkan dan ambil keputusan? Intinya kamu jangan ikut-ikutan kegiatan di masjid, ya. Cukup kakek saja yang akhirnya pernah merasakan dinginnya tembok penjara,” kakeknya nasihati Aji. Nasihat yang sebenarnya bagi Aji berarti larangan.

Awalnya Aji berencana akan diam saja dinasihati kakeknya. Toh, besok juga kakek dan neneknya kembali pulang. Artinya, ia bisa bebas kembali untuk ngaji tanpa ada larangan dari kakeknya, meski dengan alasan sang kakek khawatir atas keselamatan dirinya. Tapi, Aji ingin memberanikan diri menyampaikan pendapatnya. Tujuanya, meluruskan dan memberikan masukan kepada kakeknya, bahwa situasi masa lalu dengan saat ini meski sama-sama yang aktivis pengajian dicurigai, agak berbeda. Dahulu tak ada advokasi, atau suara pembelaan dari yang lain. Informasi cenderung satu arah. Sekarang zaman media sosial. Informasi dan opini yang satu bisa langsung dibantah atau dimentahkan oleh informasi dan opini yang lain. Dahulu dan sekarang bisa jadi media mainstream dikuasai—atau minimal dikendalikan—penguasa. Namun, media sosial menjadi senjata baru untuk menyuarakan informasi dan opini yang berbeda dari apa yang disuguhkan pihak penguasa. Jadi, ada alternatif. Bahkan bisa jadi sesama aktivis saling menguatkan melalui berbagai grup di media sosial.

“Begini, Kek. Mohon maaf sebelumnya. Aji tak bermaksud mengabaikan apa yang Kakek pesankan kepada Aji. Insya Allah Aji paham, mencoba memahami maksud Kakek, yakni sepertinya Kakek merasa khawatir, akhirnya melarang Aji untuk ngaji,” Aji berhati-hati menyampaikan.

“Pokoknya, Kakek tak mau cucu Kakek berurusan dengan polisi,” Kakeknya tetap pada pendiriannya.

“Ini pengajiannya benar kok, Kek,” Aji menjelaskan.

“Kakek udah pengalaman banyak tentang hal ini,” Kakeknya keukeuh.

“Hmm… tapi insya Allah Aji bisa membedakan mana yang lurus dan mana yang menyimpang. Ada pembinanya kok, Kek,” Aji berusaha meyakinkan lagi.

“Cucuku, jangan sampe kamu mengalami apa yang Kakek alami di masa lalu,” Kakeknya pernuh harap.

“Tapi ini soal keyakinan, Kek. Jika kita sebagai muslim menjauh dari ajaran Islam gara-gara dilarang ngaji, nanti makin banyak umat Islam yang bodoh,” Aji kembali menyampaikan.

“Tapi buat apa pinter jika pada akhirnya ditangkap polisi?” Kakeknya tetap menekan.

“Mohon maaf ya, Kek. Ini justru aneh. Seolah umat Islam yang belajar Islam itu adalah penjahat. Sehingga harus ditangkap. Aji nggak habis pikir, Kek,” jelasnya heran.

“Bukan nggak boleh belajar Islam, tapi yang Kakek khawatirkan kamu aktif di kegiatan keislaman yang berkelompok itu. Belajar kan bisa sama ayah dan ibu. Bisa di mana saja selama itu baik, tak harus ikut organisasi tertentu,” Kakeknya tak mau kalah.

“Jika demikian, musuh Islam telah berhasil. Orang-orang kafir dan orang-orang munafik telah sukses membangun opini salah tentang kelompok Islam. Sampai-sampai banyak dari kalangan kaum muslimin sendiri merasa takut dengan kegiatan keislaman. Takut dengan agamanya sendiri. Luar biasa!” Aji kembali berusaha menjelaskan.

Kakeknya diam. Mungkin kecewa,  mungkin sedang berpikir. Kecewa karena Aji sebagai cucunya tak mudah untuk bisa menuruti keinginannya agar Aji nggak ngaji. Justru tambah semangat ingin mengkaji Islam. Bisa juga kakekya Aji malag memang sedang menimbang-nimbang apa yang disampaikan cucunya. Semoga memang sedang berpikir untuk menyadari kekeliruannya.

Obrolan mereka terhenti ketika di televisi ditayangkan aksi unjuk rasa meminta keadilan yang berakhir rusuh. Kemudian Kakeknya berkata lirih kepada Aji, “Ternyata banyak oknum polisi sekarang brutal dan barbar. Bahkan kepada anak kecil mereka mengeroyok, memukul, dan menendang.”                                           

“Benar Kek. Tapi itu semua adalah risiko perjuangan. Kakek nggak usah khawatir. Itu sebabnya, Aji tetap belajar Islam, karena ingin mendapatkan ilmu. Walau, aneh saja sih, jika ada orang yang mengganggu orang yang sedang belajar,” Aji menutup obrolan bersama Kakeknya. Sejenak kemudian, kakeknya tersenyum dan manggut-manggut.[]

Sumber dari O. SOLIHIN

You may also like...

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.